Minggu, 29 Juli 2012

Wanita Menikah Dengan Pria Bule




Perempauan dengan pasangan berbeda negara dan budaya memiliki

tantangan lebih besar dalam membina harmoni ketimbang pasangan

lainnya. Konsultan pernikahan Indra Noveldy mengungkapkan komunikasi

dan bahasa berpotensi menimbulkan konflik di awal hubungan.


"Contohnya, orang barat dikenal dengan budaya blak - blakan dan apa

adanya, sementara biasanya disini orang biasanya berbicara tidak

langsung alias tersirat," kata Indra.



Tantangan kedua, pandangan pasangan akan definisi keluarga. Bagi

masyarakat dari kultur barat, keluarga terdiri dari suami, istri dan

anak. Disini, menikah berarti siap berinteraksi dengan keluarga besar

pasangan.


Di Indonesia, kapanpun keluaraga datang akan disambut dengan tangan

terbuka. Di barat, hal itu bisa dianggap melanggar privasi.


"Di barat, anak 17 tahun dianggap harus bertanggung jawab dan d3w4s4.

Sementara disini, umur berapa pun biasanya kita akan meminta pendapat

orang tua. Ini potensial konflik, karena di barat, setelah menikah,

keluarga tidak boleh ikut campur. Intervensi keluarga bisa menjadi

masalah jika tidak ada saling pengertian," jelasnya.


Tak kalah penting yaitu pola pengasuhan anak dan status

kewarganegaraan anak. Misalnya, jika di masa mendatang perceraian tak

bisa dielakkan, status anak berpotensi jadi masalah.


Bagi perempuan yang menikah dengan warga negara asing dan hidup

terpisah atau menjalani long distance relationship, Indra menyarankan

agar sebisa mungkin pada tahun pertama pernikahan, kondisi itu

dihindari.


"Karena akan lebih berisiko. Pasalnya, tahun pertama merupakan golden

moment untuk saling kenal. Jika terpaksa terpisah dulu, komunikasi

intensif harus terus dijalankan. Para wanita yang menikah dengan pria

beda negara dan budaya harus lebih siap mental dan lebih bekerja keras

dalam penyesuaian dan mengerti pasangannya, tapi bukan lantas

mengalah.